Biografi KH. Yahya Cholil Staquf

106

berpendapat bahwa Pancasila secara substansi adalah

sama dengan keyakinan Islam dan tidak ada alasan untuk

menolak (Al-Ngatawi, 2019).

Kisruh atau polemik ini berakhir dalam tubuh NU

pada Munas NU 1983. Para ulama secara bulat menerima

keberadaan Pancasila sebagai Asas tunggal. Penerimaan

NU ini tak luput dari peran penting KH. As'ad Syamsul

Arifin. Gus Yahya secara apik menceritakan bagaimana

kisah dinamika internal NU pada saat itu. Komisi fatwa

sendiri ditugaskan secara khusus untuk membahas

kebijakan

pemerintah

tersebut

memutuskan

untuk

menolak ideologi Pancasila sebagai ideologi tunggal.

Ketika itu komisi fatwa didominasi oleh para kiai muda

yang semangat perlawanannya terhadap kekuasaan masih

menggebu-gebu. Mereka adalah Gus Dur, Gus Mus, Kiai

Anwar, Abdullah Sarwani, dan Muhammad Thohir. Dalam

rekomendasinya mereka merumuskan bahwa Pancasila

tidak bisa disamakan dengan agama (Matanasi, 2017).

Namun, rekomendasi ini menjadi mentah ketika

perwakilan dari komisi tersebut menghadap KH.

As'ad Syamsul Arifin. Ketika itu tidak ada yang berani

menghadap. Akhirnya setelah dipaksa dan didorong, Gus

Mus yang mewakili komisi tersebut untuk menghadap

ke KH. As'ad Syamsul Arifin. Gus Mus menyampaikan

apa yang menjadi rekomendasi komisi tersebut yaitu

penolakan terhadap keberadaan Pancasila sebagai ideologi

tunggal. Namun, KH. As’ad Syamsul Arifin memiliki

pandangan yang berbeda. Ia melihat ada potensi bahaya

yang mengintai jika NU menolak kebijakan tersebut. Gus

Yahya sendiri beranggapan bahwa Orde Baru tidak akan

berani terhadap NU yang memiliki basis massa yang besar.

Tapi KH. As'ad Syamsul Arifin tidak mau mengambil risiko